Denyut Nadi Kesehatan Provinsi Kita: Peluang dan Tantangan Tanah Jawara

Seorang petugas kesehatan (nakes) dengan seragam Dinas Kesehatan sedang memberikan penyuluhan tentang gizi dan stunting kepada sekelompok ibu dan anak di sebuah Posyandu di Banten.

Sehat Wargi Banten?

Kesehatan, tak dapat dipungkiri, adalah pilar utama yang menopang kehidupan individu yang produktif dan masyarakat yang sejahtera. Di Provinsi Banten, tanah para jawara, kesehatan masyarakat menjadi jantung yang memompa denyut kemajuan, menentukan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya, masa depan daerah kita tercinta.

Sebuah “daerah sehat” sejatinya bukan hanya tentang megahnya gedung rumah sakit atau canggihnya peralatan medis. Lebih dari itu, daerah sehat adalah kondisi di mana setiap warganya memiliki kesempatan yang setara untuk meraih hidup yang sehat dan berkualitas. Ini mencakup lingkungan yang mendukung, akses yang mudah dan terjangkau terhadap layanan kesehatan bermutu, serta kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya perilaku hidup sehat. Sebagaimana diakui secara global, status kesehatan masyarakat tidak hanya ditentukan oleh faktor medis semata, melainkan juga oleh kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan tempat kita lahir, tumbuh, bekerja, dan menua.

Artikel ini bertujuan mengajak Wargi Banten sekalian untuk bersama-sama menyelami potret terkini kesehatan di provinsi kita. Kita akan menelisik data, memahami tantangan yang ada, mengapresiasi capaian yang telah diraih, dan yang terpenting, berupaya menggugah semangat serta kesadaran untuk berkontribusi aktif demi Banten yang lebih sehat. Sebab, kesehatan masyarakat bukanlah sekadar urusan pribadi atau beban biaya, melainkan sebuah investasi kolektif yang tak ternilai harganya. Provinsi yang sehat akan melahirkan sumber daya manusia yang unggul, mendorong roda perekonomian yang lebih kuat, dan menciptakan tatanan masyarakat yang lebih harmonis dan bahagia. Investasi pada kesehatan hari ini adalah jaminan untuk masa depan Banten yang lebih gemilang.

Bagian 1: Mengukur Kesehatan Daerah: Indikator Apa Saja yang Jadi Patokan?

Untuk memahami kondisi kesehatan suatu daerah, diperlukan berbagai tolok ukur atau indikator. Indikator-indikator ini membantu kita memotret situasi, mengidentifikasi masalah, dan merencanakan intervensi yang tepat sasaran.

Salah satu pendekatan yang digunakan adalah Indikator Keluarga Sehat yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Terdapat 12 indikator utama yang mencerminkan kondisi ideal di tingkat keluarga, yang jika tercapai secara luas, akan berkontribusi signifikan terhadap status kesehatan daerah secara keseluruhan. Beberapa di antaranya meliputi partisipasi keluarga dalam program Keluarga Berencana (KB), pelaksanaan persalinan di fasilitas kesehatan oleh tenaga profesional, pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi, pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, pemantauan rutin tumbuh kembang balita, pengobatan standar bagi penderita tuberkulosis (TBC) dan hipertensi, tidak adanya anggota keluarga yang merokok, kepesertaan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), serta akses terhadap sarana air bersih dan jamban yang sehat. Indikator-indikator ini menyentuh berbagai aspek penting dalam siklus kehidupan dan perilaku sehat mendasar, yang capaiannya di tingkat populasi menjadi cerminan langsung kualitas kesehatan masyarakat.

Selanjutnya, pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, memiliki tanggung jawab untuk menyediakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan. SPM ini merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar kesehatan yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2024 secara rinci mengatur standar teknis pemenuhan SPM Kesehatan ini. Jenis pelayanan dasar yang termasuk dalam SPM Kesehatan daerah kabupaten/kota meliputi pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin, bayi baru lahir, balita, anak usia pendidikan dasar, penduduk usia produktif, dan lanjut usia. Selain itu, SPM juga mencakup pelayanan kesehatan bagi penderita hipertensi, diabetes melitus, orang dengan gangguan jiwa berat, orang terduga tuberkulosis, serta orang dengan risiko terinfeksi HIV. Kepatuhan dan kualitas implementasi SPM menjadi tolok ukur komitmen pemerintah daerah dalam menjamin hak dasar warganya atas kesehatan. Kegagalan dalam memenuhi SPM dapat diartikan sebagai pengabaian terhadap hak-hak esensial tersebut.

Lebih luas lagi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan pentingnya Determinan Sosial Kesehatan (Social Determinants of Health – SDOH). Konsep ini menggarisbawahi bahwa sehat tidak hanya urusan medis, tetapi sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan tempat individu hidup. Terdapat lima domain utama SDOH, yaitu Stabilitas Ekonomi (misalnya, pekerjaan dan pendapatan), Akses dan Kualitas Pendidikan, Akses dan Kualitas Pelayanan Kesehatan, Lingkungan Tempat Tinggal dan Lingkungan Buatan (misalnya, perumahan, transportasi, air bersih), serta Konteks Sosial dan Komunitas (misalnya, dukungan sosial, diskriminasi). Faktor-faktor “hulu” ini, seperti tingkat pendidikan masyarakat, ketersediaan lapangan kerja yang layak, kualitas perumahan, akses terhadap air bersih, dan lingkungan yang aman, memainkan peran krusial dalam menentukan status kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Memahami determinan sosial ini menjadi kunci untuk mengidentifikasi akar permasalahan kesehatan di suatu daerah, termasuk di Banten.

Berbagai indikator ini, mulai dari tingkat keluarga, standar pelayanan pemerintah, hingga kondisi sosial-ekonomi makro, sejatinya saling terkait erat. Sebagai contoh, kondisi lingkungan yang tidak sehat, seperti buruknya akses terhadap air bersih (salah satu aspek SDOH), akan menyulitkan keluarga untuk memenuhi indikator keluarga sehat terkait penggunaan air bersih. Hal ini selanjutnya dapat meningkatkan beban penyakit infeksius di masyarakat, yang pada gilirannya akan menambah tekanan pada sistem pelayanan kesehatan untuk memenuhi SPM terkait penanganan penyakit. Oleh karena itu, analisis kesehatan suatu daerah, termasuk Banten, harus melihat interaksi dinamis antara faktor-faktor ini, bukan hanya menilai setiap indikator secara terpisah. Perbaikan pada satu area, misalnya peningkatan infrastruktur air bersih dan sanitasi, dapat memberikan dampak positif berantai pada berbagai indikator kesehatan lainnya, mulai dari penurunan angka penyakit hingga peningkatan kualitas hidup keluarga.

Bagian 2: Potret Kesehatan Provinsi Banten Terkini: Apa Kata Data?

Untuk mendapatkan gambaran yang akurat mengenai kondisi kesehatan di Provinsi Banten, analisis ini merujuk pada data-data resmi, terutama dari Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2023 yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Banten serta hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023 yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik.

Berikut adalah beberapa indikator kunci beserta capaian Provinsi Banten, dengan perbandingan terhadap data nasional atau target yang relevan:

  • Angka Harapan Hidup (AHH):
    AHH merupakan salah satu indikator umum yang menggambarkan kualitas hidup, status kesehatan, dan akses terhadap layanan kesehatan di suatu populasi. Data terakhir yang tersedia untuk Provinsi Banten menunjukkan AHH pada tahun 2019 adalah 69,84 tahun Meskipun data AHH untuk tahun 2023 belum secara eksplisit tersedia dalam ringkasan Profil Kesehatan Banten 2023, tren peningkatan AHH secara nasional diharapkan juga tercermin di Banten.
    • Kesehatan Ibu dan Anak:
      • Angka Kematian Ibu (AKI): Pada tahun 2023, AKI di Provinsi Banten dilaporkan sebesar 67 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH), dengan total 122 kasus kematian ibu. Angka ini tampak lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa rilis data nasional tahun 2023 yang berkisar antara 194 hingga 205 per 100.000 KH. Target nasional untuk penurunan AKI pada tahun 2024 adalah 183 per 100.000 KH. Meskipun demikian, setiap kematian ibu adalah sebuah tragedi yang seharusnya dapat dicegah, sehingga fokus utama tetap pada upaya penurunan absolut dan penanganan disparitas yang mungkin terjadi di dalam wilayah Banten.
      • Angka Kematian Bayi (AKB): Untuk AKB, Provinsi Banten mencatatkan angka 3,0 per 1.000 KH pada tahun 2023, dengan total 551 kasus kematian bayi. Angka ini juga menunjukkan posisi yang relatif lebih baik dibandingkan data nasional tahun 2023 yang berada di kisaran 17,6 per 1.000 KH. Target nasional untuk penurunan AKB pada tahun 2024 adalah 16 per 1.000 KH. Sama halnya dengan AKI, upaya berkelanjutan untuk menekan angka kematian bayi dan mengatasi potensi kesenjangan antar daerah di Banten tetap menjadi prioritas.
      • Prevalensi Stunting: Stunting, atau kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, masih menjadi tantangan serius. Menurut hasil SKI 2023, prevalensi stunting di Provinsi Banten mencapai 24,0%. Angka ini berada di atas rata-rata nasional (SKI 2023 mengindikasikan penurunan nasional hanya 0,1% dari tahun 2022, sementara data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 yang dirilis Mei 2025 menunjukkan penurunan stunting nasional ke 19,8%, yang dapat menjadi pembanding di masa mendatang). Lebih lanjut, Banten termasuk dalam lima provinsi dengan
        jumlah kasus stunting terbanyak di Indonesia. Ini menandakan beban masalah stunting yang signifikan dan memerlukan perhatian khusus.
      • Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) pada Bayi: Provinsi Banten menunjukkan capaian yang sangat baik dalam program imunisasi. Pada tahun 2023, cakupan IDL pada bayi mencapai 100,40%. Ini adalah sebuah prestasi yang patut diapresiasi dan menunjukkan efektivitas program imunisasi di tingkat provinsi secara umum.
  • Akses terhadap Fasilitas Dasar:
    • Akses Air Minum Layak/Aman: Ketersediaan air minum yang aman adalah kebutuhan dasar. Di Banten, persentase sarana air minum yang diawasi atau diperiksa kualitas air minumnya sehingga dikategorikan aman baru mencapai 38,26% pada tahun 2023. Angka ini perlu dicermati, terutama jika dibandingkan dengan data nasional dari Susenas 2023 yang menunjukkan akses rumah tangga terhadap sumber air minum
      layak sebesar 92,64%. Perbedaan definisi antara “aman” (kualitas teruji) dan “layak” (akses ke sumber terlindungi) penting untuk dipahami. Namun, data SKAMRT tahun 2020 secara nasional juga menunjukkan bahwa akses terhadap air minum yang benar-benar
      aman baru mencapai 11,9%, mengindikasikan bahwa kualitas air minum masih menjadi tantangan besar baik di Banten maupun secara nasional.
    • Akses Sanitasi Layak (Jamban Sehat): Akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak juga merupakan aspek krusial. Pada tahun 2023, capaian kepala keluarga di Banten dengan akses terhadap fasilitas sanitasi aman (jamban sehat) hanya sebesar 48,83%. Angka ini jauh di bawah rata-rata nasional, di mana persentase rumah tangga dengan akses sanitasi
      layak mencapai 82,36% pada tahun 2023 atau 83,60% menurut data BPS untuk tahun 2024 (kemungkinan merujuk data 2023). Ini menunjukkan salah satu tantangan paling mendasar yang berdampak luas pada kesehatan masyarakat Banten.
  • Beban Penyakit:
    • Tuberkulosis (TBC): Case Notification Rate (CNR) atau angka penemuan kasus TBC di Banten pada tahun 2023 adalah 910 per 100.000 penduduk. Angka kesembuhan (Success Rate/SR) untuk semua kasus TBC pada tahun 2022 dilaporkan sebesar
      72%. CNR yang tinggi dapat mengindikasikan beban kasus yang besar atau sistem penemuan kasus yang semakin baik. Namun, angka kesembuhan 72% masih berada di bawah target global yang umumnya di atas 85-90%, menandakan adanya tantangan dalam memastikan pasien menyelesaikan pengobatan hingga tuntas.
    • Hipertensi: Penyakit tidak menular seperti hipertensi juga menjadi perhatian. Dilaporkan bahwa 94,1% dari estimasi penderita hipertensi di Banten telah mendapatkan pelayanan kesehatan pada tahun 2023. Cakupan pelayanan yang tinggi ini merupakan langkah awal yang baik, namun efektivitas dalam pengelolaan jangka panjang untuk mengontrol tekanan darah tetap menjadi kunci utama.
    • Demam Berdarah Dengue (DBD): Pada tahun 2023, Incidence Rate (IR) DBD di Banten tercatat sebesar 0,4 per 100.000 penduduk, dengan total 3.949 kasus dan 16 kematian. Meskipun IR tampak relatif rendah, adanya kasus kematian menunjukkan tingkat keparahan penyakit dan perlunya kewaspadaan serta upaya pencegahan yang berkelanjutan.
  • Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN):
    Kepemilikan jaminan kesehatan merupakan salah satu dari 12 Indikator Keluarga Sehat 2 dan krusial untuk akses finansial terhadap layanan kesehatan. Secara nasional, SKI 2023 menemukan bahwa sekitar 27,8% penduduk Indonesia masih belum memiliki jaminan kesehatan yang berlaku.8 Data spesifik mengenai persentase kepesertaan JKN di Provinsi Banten dari Profil Kesehatan 2023 tidak secara eksplisit disebutkan dalam ringkasan data yang tersedia, namun ini merupakan indikator penting yang perlu terus dipantau dan ditingkatkan cakupannya untuk memastikan seluruh Wargi Banten terlindungi.

Berikut adalah rangkuman beberapa indikator kesehatan utama Provinsi Banten dibandingkan dengan target atau rata-rata nasional:

Tabel 1: Rangkuman Indikator Kesehatan Utama Provinsi Banten (2023) vs. Target/Rata-Rata Nasional

IndikatorData Banten (2023)Data Nasional (2023/Target)Catatan Singkat (Capaian/Tantangan)
AKI (per 100.000 KH)67 6194-205 (Nasional 2023) 9; Target 183 (2024) 9Relatif baik, namun setiap kematian perlu dicegah. Perlu perhatian pada metodologi perbandingan.
AKB (per 1.000 KH)3,0 617,6 (Nasional 2023) 9; Target 16 (2024) 9Relatif baik, upaya berkelanjutan diperlukan. Perlu perhatian pada metodologi perbandingan.
Prevalensi Stunting (SKI 2023)24,0% 11Nasional (SKI 2023): Banten di atas rata-rata 11Tantangan besar, Banten termasuk 5 provinsi dengan jumlah kasus terbanyak.8
Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL)100,40% 6Target >95%Sangat baik, perlu dipertahankan.
Akses Air Minum Aman (diawasi/diperiksa)38,26% 6Nasional (Air Minum Layak, Susenas 2023): 92,64% 13Rendah, definisi “aman” Banten vs “layak” nasional perlu dicermati. Kualitas air minum aman nasional juga rendah (SKAMRT 2020: 11,9% 14). PR besar.
Akses Sanitasi Layak (Jamban Sehat)48,83% 6Nasional (2023): 82,36% 15Sangat rendah, jauh di bawah nasional. Tantangan fundamental.
Kepesertaan JKNData spesifik Banten tidak tersediaNasional (SKI 2023): 72,2% memiliki jaminan (27,8% tidak) 8Perlu data transparan dan peningkatan cakupan.

Melihat data-data di atas, muncul sebuah gambaran yang menarik. Di satu sisi, Provinsi Banten menunjukkan capaian yang sangat menggembirakan dalam hal cakupan imunisasi dasar lengkap yang melampaui 100%. Ini menandakan keberhasilan program kesehatan yang bersifat layanan langsung dan kampanye terstruktur. Namun, di sisi lain, capaian untuk akses terhadap sanitasi layak (jamban sehat) masih sangat rendah, hanya 48,83%. Ini menunjukkan sebuah paradoks: keberhasilan dalam intervensi medis hilir tidak diimbangi dengan perbaikan pada fondasi kesehatan lingkungan yang bersifat hulu dan struktural. Padahal, anak yang telah mendapatkan imunisasi lengkap tetap rentan terhadap berbagai penyakit infeksi seperti diare jika tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, yang pada akhirnya dapat berkontribusi terhadap masalah gizi kronis seperti stunting. Keseimbangan antara intervensi medis dan perbaikan struktural lingkungan menjadi sangat krusial.

Lebih lanjut, terkait data Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), angka yang dilaporkan oleh Provinsi Banten (AKI 67 per 100.000 KH dan AKB 3,0 per 1.000 KH) memang tampak jauh lebih baik dibandingkan beberapa angka nasional yang dirilis (misalnya, AKI Nasional sekitar 194-205 per 100.000 KH dan AKB Nasional sekitar 17,6 per 1.000 KH). Meskipun capaian ini patut diapresiasi, penting untuk melakukan interpretasi dengan hati-hati. Perbedaan dalam metodologi pengumpulan data, sumber data (apakah laporan fasilitas, survei lokal, atau estimasi model berskala nasional), dan periode waktu dapat memengaruhi perbandingan langsung. Sebagai contoh, data kematian ibu nasional dari sistem Maternal Perinatal Death Notification (MPDN) Kemenkes justru menunjukkan adanya peningkatan jumlah absolut kematian ibu secara nasional pada tahun 2023 dibandingkan 2022. Oleh karena itu, daripada berpuas diri dengan perbandingan angka permukaan, fokus utama bagi Banten sebaiknya adalah pada analisis tren internal dari waktu ke waktu, penelusuran mendalam terhadap setiap kasus kematian untuk mengidentifikasi penyebab dan area perbaikan, serta upaya serius untuk mengatasi disparitas kualitas dan akses layanan yang mungkin masih ada di berbagai wilayah di Banten. Setiap kematian ibu dan bayi yang dapat dicegah adalah sebuah kegagalan sistem yang harus diatasi.

Bagian 3: Cahaya di Tengah Tantangan: Prestasi dan “Pekerjaan Rumah” Kesehatan di Tanah Jawara

Menganalisis potret kesehatan Provinsi Banten menunjukkan adanya sisi terang berupa prestasi yang membanggakan, namun juga menyoroti berbagai tantangan dan “pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan bersama.

Prestasi yang Patut Dibanggakan:

  • Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) yang Tinggi: Dengan capaian 100,40%, Banten telah menunjukkan komitmen dan efektivitas luar biasa dalam menjangkau sasaran program imunisasi. Ini adalah fondasi penting untuk melindungi generasi penerus dari penyakit-penyakit berbahaya yang dapat dicegah dengan imunisasi.
  • Ketersediaan Fasilitas Kesehatan (Faskes): Provinsi Banten memiliki modal dasar yang cukup baik dalam hal infrastruktur kesehatan. Pada tahun 2023, tercatat 128 rumah sakit (102 RS Umum dan 26 RS Khusus) dan 253 unit Puskesmas (66 Puskesmas Rawat Inap dan 187 Puskesmas Non Rawat Inap).6 Lebih lanjut, 100% Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus telah memiliki kemampuan pelayanan gawat darurat Level I. Jumlah Puskesmas yang mampu memberikan Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial Dasar (PONED) mencapai 235 unit, sebuah angka yang melebihi target WHO.
  • Pelayanan Penderita Hipertensi: Upaya deteksi dini dan penanganan penyakit tidak menular seperti hipertensi menunjukkan hasil positif. Sekitar 94,1% dari estimasi penderita hipertensi di Banten telah mendapatkan pelayanan kesehatan. Ini mengindikasikan aksesibilitas layanan yang baik untuk salah satu penyakit kronis paling umum.
  • Angka AKI dan AKB yang Dilaporkan Relatif Rendah: Sebagaimana dibahas sebelumnya, angka AKI (67 per 100.000 KH) dan AKB (3,0 per 1.000 KH) yang dilaporkan Banten pada tahun 2023 menunjukkan hasil yang relatif lebih baik dibandingkan beberapa rilis data nasional, meskipun interpretasi perbandingan langsung memerlukan kehati-hatian.

Tantangan dan “Pekerjaan Rumah” Utama:

Meskipun ada capaian positif, sejumlah tantangan signifikan masih menghadang upaya peningkatan status kesehatan masyarakat Banten secara menyeluruh dan merata.

  • Stunting yang Mengkhawatirkan: Prevalensi stunting di Banten sebesar 24,0% berdasarkan SKI 2023 adalah alarm merah. Angka ini tidak hanya di atas rata-rata nasional pada saat itu, tetapi juga menempatkan Banten sebagai salah satu dari lima provinsi dengan jumlah absolut kasus stunting terbanyak di Indonesia. Stunting berdampak jangka panjang pada perkembangan kognitif dan fisik anak, serta produktivitas bangsa di masa depan.
  • Akses Air Bersih dan Sanitasi yang Masih Sangat Terbatas: Fondasi kesehatan lingkungan di Banten masih rapuh. Hanya 38,26% sarana air minum yang kualitasnya terawasi dan dikategorikan aman, dan hanya 48,83% kepala keluarga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi layak (jamban sehat). Kondisi ini secara langsung berkontribusi pada tingginya risiko penyakit infeksi, diare, dan pada akhirnya memperburuk masalah stunting.
  • Disparitas Kesehatan Antar Wilayah yang Mencolok: Rata-rata capaian provinsi seringkali menyembunyikan ketimpangan yang signifikan antar kabupaten/kota. Sebagai contoh:
    • Stunting: Data SKI 2023 menunjukkan angka stunting di Kabupaten Lebak mencapai 35,5%, jauh di atas rata-rata provinsi.
    • Akses Air Minum Aman: Terdapat jurang yang sangat lebar antara Kota Tangerang Selatan (98,31%) dengan Kabupaten Pandeglang (0,13%) dan Kabupaten Lebak (0,18%).
    • Akses Sanitasi Layak: Kota Tangerang dan Kota Cilegon menunjukkan capaian yang lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Lebak yang masih sangat rendah.
    • Angka Kematian Ibu (AKI) 2022 (jumlah kasus): Kabupaten Serang (52 kematian), Kabupaten Lebak (44 kematian), dan Kabupaten Pandeglang (42 kematian) mencatatkan jumlah kasus tertinggi, sementara Kota Tangerang Selatan (8 kematian), Kota Tangerang (5 kematian), dan Kota Cilegon (3 kematian) jauh lebih rendah.
    • Universal Child Immunization (UCI) Desa/Kelurahan: Meskipun rata-rata provinsi mencapai 99,08%, Kabupaten Pandeglang hanya 57,18% dan Kabupaten Lebak 68,04%.

      Kesenjangan ini juga tercermin dalam hal infrastruktur kesehatan dan ketersediaan sumber daya manusia kesehatan, seperti dokter spesialis, yang distribusinya tidak merata, dengan wilayah seperti Lebak dan Pandeglang seringkali mengalami kekurangan.18 Ini menunjukkan bahwa keadilan dalam akses dan kualitas layanan kesehatan belum sepenuhnya terwujud di seluruh Tanah Jawara.
  • Pengendalian Tuberkulosis (TBC): Angka kesembuhan (Success Rate/SR) TBC sebesar 72% pada tahun 2022 masih perlu ditingkatkan secara signifikan untuk mencapai target global dan memutus rantai penularan penyakit ini secara efektif.
  • Kematian Akibat Demam Berdarah Dengue (DBD): Meskipun Incidence Rate (IR) DBD dilaporkan rendah, terjadinya 16 kasus kematian pada tahun 2023 menunjukkan bahwa tata laksana kasus dan upaya pencegahan masih perlu diperkuat untuk menghindari fatalitas.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai disparitas ini, berikut adalah tabel perbandingan beberapa indikator kesehatan kritis antar wilayah di Banten:

Tabel 2: Sekilas Perbandingan Capaian Kesehatan Kritis Antar Wilayah di Banten (Data Utama dari Profil Kesehatan Banten 2023 6 dan Sumber Lain yang Relevan)

IndikatorKab. LebakKab. PandeglangKota Tangerang SelatanRata-Rata Provinsi Banten
Prevalensi Stunting (SKI 2023)35,5% 17Data spesifik tidak tersedia di ringkasanData spesifik tidak tersedia di ringkasan24,0% 11
Akses Air Minum Aman (diawasi/diperiksa)0,18% 60,13% 698,31% 638,26% 6
Akses Sanitasi Layak (Jamban Sehat)Rendah (tidak ada % spesifik di ringkasan) 6Sedang (tidak ada % spesifik di ringkasan) 6Tinggi (tidak ada % spesifik di ringkasan) 648,83% 6
Cakupan UCI Desa/Kelurahan68,04% 657,18% 6Data spesifik tidak tersedia di ringkasan99,08% 6

Catatan: Data spesifik untuk setiap kabupaten/kota mungkin memerlukan penelusuran lebih lanjut pada laporan lengkap Profil Kesehatan masing-masing daerah. Tabel ini menyajikan contoh berdasarkan data yang tersedia dalam materi rujukan.

Kesenjangan angka kesehatan yang tajam antar wilayah di Banten, khususnya antara wilayah utara yang cenderung lebih perkotaan dan maju dengan wilayah selatan seperti Lebak dan Pandeglang yang lebih pedesaan dan tertinggal, bukanlah fenomena yang berdiri sendiri. Disparitas ini seringkali merupakan cerminan dari kesenjangan pembangunan yang lebih luas dalam aspek ekonomi, tingkat pendidikan, dan ketersediaan infrastruktur dasar. Sebagai contoh, Kabupaten Lebak dan Pandeglang diidentifikasi sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan digital dan ekonomi yang relatif tinggi. Variasi dalam tingkat pendidikan penduduk antar wilayah di Banten juga turut memengaruhi kesadaran dan perilaku kesehatan. Pemahaman ini sejalan dengan konsep Determinan Sosial Kesehatan (SDOH), yang menekankan bahwa kondisi sosial dan ekonomi memiliki dampak besar terhadap status kesehatan. Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi disparitas kesehatan di Banten harus bersifat multisektoral, tidak hanya berfokus pada intervensi di sektor kesehatan, tetapi juga menyentuh perbaikan di bidang ekonomi, pendidikan, dan penyediaan infrastruktur dasar di daerah-daerah yang masih tertinggal.

Bagian 4: Mengurai Benang Kusut: Faktor-Faktor Kunci yang Mempengaruhi Kesehatan Wargi Banten

Status kesehatan masyarakat Provinsi Banten dipengaruhi oleh jalinan kompleks berbagai faktor. Mengurai benang kusut ini penting untuk merumuskan solusi yang tepat sasaran.

  • Determinan Sosial Ekonomi:
    • Tingkat Pendidikan: Tingkat pendidikan penduduk memiliki korelasi kuat dengan status kesehatan. Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2023 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang tidak memiliki ijazah SD masih cukup signifikan, yaitu 23,6%, sementara mereka yang berhasil menamatkan pendidikan tinggi (PT) hanya sebesar 11,5%. Tingkat pendidikan yang lebih rendah seringkali berkaitan dengan pengetahuan kesehatan yang terbatas, pilihan pekerjaan dengan pendapatan yang lebih rendah, serta kecenderungan untuk mengadopsi gaya hidup yang kurang sehat. Hal ini sejalan dengan prinsip Determinan Sosial Kesehatan yang menempatkan akses dan kualitas pendidikan sebagai salah satu pilar utama kesehatan.
    • Stabilitas Ekonomi: Kondisi ekonomi rumah tangga dan regional juga memainkan peran vital. Meskipun data spesifik mengenai tingkat kemiskinan provinsi tidak dielaborasi dalam ringkasan, studi menunjukkan bahwa wilayah seperti Kabupaten Lebak dan Pandeglang menghadapi tantangan kemiskinan ekonomi yang lebih tinggi. Kemiskinan dapat membatasi akses keluarga terhadap makanan bergizi yang cukup, perumahan yang layak, fasilitas sanitasi yang memadai, dan layanan kesehatan berkualitas ketika dibutuhkan. Ini adalah manifestasi nyata dari domain “Stabilitas Ekonomi” dalam kerangka SDOH.
  • Lingkungan dan Perilaku:
    • Akses Air Bersih dan Sanitasi: Sebagaimana telah disorot sebelumnya, rendahnya persentase penduduk Banten yang memiliki akses terhadap air minum aman (hanya 38,26% sarana yang diawasi kualitasnya) dan sanitasi layak (hanya 48,83% KK dengan jamban sehat) 6 merupakan faktor risiko lingkungan yang sangat fundamental. Kondisi ini secara langsung meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap berbagai penyakit infeksius dan penyakit berbasis lingkungan seperti diare, yang pada gilirannya dapat berkontribusi signifikan terhadap masalah kekurangan gizi kronis dan stunting. Ini adalah contoh konkret dari bagaimana “Lingkungan Tempat Tinggal dan Lingkungan Buatan,” termasuk “air yang tercemar,” dalam kerangka SDOH memengaruhi kesehatan populasi.
    • Perilaku Merokok: Meskipun data prevalensi merokok spesifik untuk Banten tidak tersedia dalam ringkasan, perilaku merokok merupakan faktor risiko utama untuk berbagai penyakit tidak menular. Salah satu Indikator Keluarga Sehat adalah seluruh anggota keluarga bebas dari rokok, menggarisbawahi dampak negatif rokok tidak hanya bagi perokok aktif tetapi juga perokok pasif di sekitarnya.
    • Pola Makan dan Aktivitas Fisik: Pola makan yang tidak seimbang dan kurangnya aktivitas fisik juga berkontribusi pada meningkatnya beban penyakit tidak menular. Akses terhadap makanan bergizi dan kesempatan untuk beraktivitas fisik merupakan bagian dari determinan sosial kesehatan yang perlu mendapat perhatian.
  • Akses dan Kualitas Layanan Kesehatan:
    • Ketersediaan vs. Aksesibilitas Nyata: Meskipun Provinsi Banten memiliki jumlah fasilitas kesehatan (rumah sakit dan Puskesmas) yang cukup banyak, pertanyaan krusialnya adalah apakah semua Wargi Banten, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil, miskin, atau memiliki keterbatasan geografis, benar-benar dapat mengakses layanan tersebut dengan mudah dan terjangkau. Studi menunjukkan adanya masalah dalam distribusi dan ketersediaan tenaga medis, khususnya dokter spesialis, yang cenderung tidak merata antar wilayah di Banten. Ini berarti ketersediaan fisik faskes belum tentu menjamin aksesibilitas yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
    • Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM): Sejauh mana SPM Bidang Kesehatan benar-benar terlaksana dengan kualitas yang baik dan merata di seluruh kabupaten/kota di Banten adalah pertanyaan kunci lainnya. Pemenuhan SPM adalah hak dasar warga negara, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2024 memberikan tenggat waktu bagi pemerintah daerah untuk melakukan penyesuaian, yang implementasinya perlu dipantau secara ketat.
    • Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN): Kepesertaan dalam JKN adalah faktor penting untuk memastikan akses finansial terhadap layanan kesehatan. Data SKI 2023 menunjukkan bahwa secara nasional masih ada sekitar 27,8% penduduk yang belum memiliki jaminan kesehatan. Cakupan JKN yang universal di Banten akan sangat membantu mengurangi hambatan biaya dalam mengakses perawatan medis.

Faktor-faktor yang telah diuraikan di atas seringkali saling terkait dan dapat menciptakan sebuah lingkaran setan, khususnya di wilayah-wilayah yang menghadapi tantangan sosial-ekonomi lebih berat. Sebagai contoh, kemiskinan dapat membatasi akses keluarga terhadap pendidikan yang berkualitas dan asupan makanan bergizi. Tingkat pendidikan ibu yang rendah, sebagai akibatnya, seringkali berkorelasi dengan pengetahuan kesehatan yang kurang dan praktik pengasuhan anak yang kurang optimal, yang pada akhirnya meningkatkan risiko stunting dan masalah kesehatan lainnya pada anak. Anak yang tumbuh dengan kondisi kesehatan dan gizi buruk cenderung memiliki produktivitas yang lebih rendah ketika dewasa, yang kemudian dapat melanggengkan siklus kemiskinan antar generasi. Pemahaman akan keterkaitan erat antara stabilitas ekonomi, akses pendidikan, dan status kesehatan, sebagaimana digariskan dalam konsep SDOH, menunjukkan bahwa intervensi yang hanya berfokus pada sektor kesehatan saja tidak akan cukup untuk memutus mata rantai masalah ini. Diperlukan pendekatan yang terpadu dan multisektoral untuk mengatasi akar permasalahan secara komprehensif.

Bagian 5: Langkah Maju Bersama: Rekomendasi Konstruktif untuk Banten yang Lebih Sehat

Mengatasi berbagai tantangan kesehatan di Provinsi Banten memerlukan upaya bersama dan komitmen dari berbagai pihak. Berikut adalah beberapa rekomendasi konstruktif yang dapat dipertimbangkan:

Untuk Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota):

  1. Prioritaskan Penanganan Stunting Secara Komprehensif: Mengingat prevalensi stunting yang masih tinggi (24,0%) dan status Banten sebagai salah satu provinsi dengan jumlah kasus stunting terbanyak, penanganan stunting harus menjadi agenda utama. Ini memerlukan alokasi anggaran yang memadai, serta pelaksanaan program intervensi gizi spesifik (untuk ibu hamil dan balita) dan intervensi gizi sensitif (melalui perbaikan sanitasi, penyediaan air bersih, peningkatan pendidikan ibu, dan penguatan ketahanan pangan keluarga) yang terkoordinasi dengan baik. Fokus khusus perlu diberikan pada daerah dengan prevalensi tertinggi, seperti Kabupaten Lebak yang mencapai 35,5%.
  2. Percepat Penyediaan Akses Universal terhadap Air Bersih dan Sanitasi Layak: Rendahnya akses terhadap air minum aman (38,26% sarana terawasi) dan sanitasi layak (48,83% KK) merupakan masalah mendasar yang harus segera diatasi. Ini harus menjadi prioritas dalam pembangunan infrastruktur dasar, dengan target pencapaian akses universal, terutama di daerah-daerah dengan cakupan yang masih sangat minim seperti Kabupaten Pandeglang dan Lebak untuk air minum aman. Pemerintah daerah dapat mempelajari dan mengadopsi praktik-praktik terbaik dari daerah lain yang telah berhasil meningkatkan cakupan layanan ini.
  3. Atasi Disparitas Kesehatan Antar Wilayah Secara Serius: Kesenjangan capaian kesehatan antar kabupaten/kota di Banten sangat nyata. Diperlukan kebijakan afirmatif dan alokasi sumber daya yang lebih berpihak pada daerah-daerah tertinggal. Ini termasuk upaya pemerataan distribusi tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis, ke wilayah-wilayah yang membutuhkan, sebagaimana disoroti oleh berbagai analisis mengenai kekurangan SDM kesehatan di beberapa area.
  4. Pastikan Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan yang Berkualitas dan Merata: Pemerintah daerah wajib memastikan bahwa setiap warga negara menerima pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan SPM yang telah ditetapkan. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi yang ketat terhadap pencapaian dan kualitas implementasi SPM di semua kabupaten/kota. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2024 memberikan arahan teknis dan tenggat waktu penyesuaian yang harus dipatuhi dan diawasi.
  5. Perkuat Sistem Informasi Kesehatan untuk Perencanaan Berbasis Bukti: Pemanfaatan data yang akurat dan terkini, seperti yang tersaji dalam Profil Kesehatan daerah dan hasil survei nasional seperti SKI, sangat krusial untuk perencanaan program dan pengambilan keputusan yang efektif. Data harus terpilah berdasarkan wilayah, kelompok usia, dan jenis kelamin untuk memungkinkan identifikasi masalah yang lebih spesifik dan intervensi yang lebih tepat sasaran.
  6. Tingkatkan Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat: Mengubah perilaku sehat memerlukan upaya promosi kesehatan yang kreatif, berkelanjutan, dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Libatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan organisasi kemasyarakatan dalam menyebarkan informasi dan memotivasi perubahan perilaku.

Untuk Petugas Kesehatan:

  1. Tingkatkan Kualitas Pelayanan: Terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan, dengan mengedepankan profesionalisme, keramahan, dan dedikasi.
  2. Peran Aktif dalam Edukasi: Jadilah agen perubahan dengan aktif memberikan edukasi kesehatan kepada pasien dan masyarakat luas, tidak hanya di dalam fasilitas kesehatan tetapi juga melalui kegiatan di komunitas.
  3. Implementasi Hasil Riset dan Pengabdian Masyarakat: Bagi institusi pendidikan seperti Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Banten, hasil-hasil penelitian dan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang relevan dengan masalah kesehatan prioritas seperti stunting, TBC, Penyakit Tidak Menular (PTM), dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) harus diimplementasikan dan disebarluaskan agar memberikan dampak nyata. Peningkatan serapan lulusan Poltekkes di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah juga dapat membantu mengisi kebutuhan tenaga kesehatan di daerah.

Untuk Seluruh Wargi Banten (Masyarakat):

  1. Terapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS): Kesehatan dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Praktikkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari, seperti mencuci tangan pakai sabun, tidak merokok di dalam rumah, mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, melakukan aktivitas fisik secara teratur, dan menjaga kebersihan lingkungan.
  2. Manfaatkan Layanan Kesehatan yang Tersedia: Jangan ragu untuk memanfaatkan layanan kesehatan yang ada. Bawa anak secara rutin ke Posyandu untuk memantau tumbuh kembangnya dan mendapatkan imunisasi. Ibu hamil agar melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur. Manfaatkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
  3. Jaga Kebersihan Lingkungan Bersama: Berpartisipasi aktif dalam menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal. Jangan membuang sampah sembarangan dan dukung program-program sanitasi yang ada di komunitas.
  4. Berperan Aktif dalam Kegiatan Kesehatan Masyarakat: Terlibatlah dalam kegiatan kesehatan di lingkungan, misalnya dengan menjadi kader Posyandu, mengikuti penyuluhan kesehatan, atau saling mengingatkan antar tetangga untuk menerapkan perilaku hidup sehat.
  5. Menuntut Hak atas Layanan Kesehatan yang Berkualitas: Sebagai warga negara, Wargi Banten berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan standar yang berlaku, termasuk pemenuhan SPM Kesehatan. Sampaikan aspirasi dan masukan secara konstruktif kepada pihak-pihak terkait jika menemukan pelayanan yang kurang memadai.

Mengatasi masalah kesehatan yang kompleks dan multifaktorial di Banten, seperti stunting yang dipengaruhi oleh gizi, sanitasi, dan pendidikan ibu, atau disparitas kesehatan antar wilayah yang berakar pada kesenjangan pembangunan yang lebih luas, tidak dapat dilakukan oleh sektor kesehatan sendirian. Ini memerlukan

kolaborasi multisektor yang solid dan berkelanjutan. Dinas Kesehatan perlu bersinergi erat dengan Dinas Pekerjaan Umum (terkait penyediaan air bersih dan sanitasi), Dinas Pendidikan (untuk peningkatan literasi kesehatan dan pendidikan perempuan), Dinas Sosial (dalam upaya pengentasan kemiskinan yang memengaruhi akses terhadap gizi dan layanan), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) untuk memastikan perencanaan pembangunan yang terintegrasi dan berwawasan kesehatan, serta melibatkan sektor swasta, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan seluruh komponen masyarakat. Pembentukan atau penguatan forum koordinasi multisektor untuk kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat menjadi platform strategis untuk mewujudkan sinergi ini, sejalan dengan pemahaman bahwa determinan sosial kesehatan harus ditangani secara bersama-sama.

Penutup: Optimisme dan Komitmen Bersama Menuju Banten Sehat untuk Semua

Provinsi Banten, dengan segala potensi dan semangat “Jawara” yang dimilikinya, telah menunjukkan berbagai kemajuan dalam upaya pembangunan kesehatan. Namun, data dan analisis juga menunjukkan bahwa perjalanan menuju Banten yang sehat secara merata bagi seluruh warganya masih panjang dan penuh tantangan.

Pesan kunci yang ingin disampaikan adalah bahwa kesehatan merupakan tanggung jawab kita bersama. Setiap upaya, sekecil apapun, yang dilakukan oleh setiap individu Wargi Banten, setiap keluarga, setiap petugas kesehatan, dan setiap pemangku kebijakan, akan memberikan kontribusi berarti bagi terwujudnya Banten yang lebih sehat, lebih kuat, dan lebih sejahtera.

Mari kita jadikan tantangan yang ada bukan sebagai penghalang, melainkan sebagai pemantik semangat untuk bergerak bersama, bergotong royong, dan berkolaborasi. Dengan optimisme, komitmen yang kuat, dan kerja keras tanpa henti, kita dapat mengurai benang kusut permasalahan kesehatan dan memastikan bahwa setiap warga Banten, dari ujung utara hingga pelosok selatan, dapat menikmati kualitas hidup terbaik dan mencapai potensi maksimalnya.

Wujudkan Banten yang sehat, di mana setiap anak tumbuh optimal bebas stunting, setiap ibu melahirkan dengan selamat, setiap keluarga memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi layak, dan setiap lansia menikmati masa tua yang sehat dan produktif. Banten Sehat, Wargi Kuat, untuk Indonesia yang Maju!

Referensi

  1. Social Determinants of Health – Healthy People 2030 | odphp.health.gov, accessed June 13, 2025, https://odphp.health.gov/healthypeople/priority-areas/social-determinants-health
  2. 12 Indikator Keluarga Sehat dari Kemenkes RI, Wajib Tahu! | IDN Times, accessed June 13, 2025, https://www.idntimes.com/health/fitness/indikator-keluarga-sehat-00-4mlw3-kl83sz
  3. Kenali 12 Indikator Keluarga Sehat di Indonesia – Prudential Indonesia, accessed June 13, 2025, https://www.prudential.co.id/id/pulse/article/kenali-12-indikator-keluarga-sehat-di-indonesia/
  4. Permenkes No. 6 Tahun 2024 – Peraturan BPK, accessed June 13, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Details/288060/permenkes-no-6-tahun-2024
  5. STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN, accessed June 13, 2025, https://diskes.parigimoutongkab.go.id/?p=2172
  6. Profil Kesehatan Banten Tahun 2023 | PDF – Scribd, accessed June 13, 2025, https://id.scribd.com/document/795345360/Profil-Kesehatan-Banten-Tahun-2023
  7. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 – Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, accessed June 13, 2025, https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/hasil-ski-2023/
  8. 7 Fakta Hasil SKI 2023, Rangkuman Laporan Tematik Survei Kesehatan Indonesia, accessed June 13, 2025, https://health.grid.id/read/354104647/7-fakta-hasil-ski-2023-rangkuman-laporan-tematik-survei-kesehatan-indonesia?page=all
  9. BAB I PENDAHULUAN, accessed June 13, 2025, http://repository.unas.ac.id/12541/1/BAB%201.pdf
  10. Pencegahan Pernikahan Dini dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu Melalui Penyuluhan Kesehatan Remaja, accessed June 13, 2025, https://jurnal.stikes-bhm.ac.id/index.php/apma/article/download/544/344/1928
  11. 23 Provinsi Punya Prevalensi Stunting di Atas Nasional – Lestari, accessed June 13, 2025, https://lestari.kompas.com/read/2024/05/10/140000786/23-provinsi-punya-prevalensi-stunting-di-atas-nasional
  12. SSGI 2024: Prevalensi Stunting Nasional Turun Menjadi 19,8% – Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan | BKPK Kemenkes, accessed June 13, 2025, https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/ssgi-2024-prevalensi-stunting-nasional-turun-menjadi-198/
  13. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses terhadap Sumber Air Minum Layak Menurut Provinsi – Badan Pusat Statistik, accessed June 13, 2025, https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/ODQ1IzI=/persentase-rumah-tangga-menurut-provinsi-dan-sumber-air-minum-layak–persen-.html
  14. Artikel Detail – NUWSP – National Urban Water Supply, accessed June 13, 2025, https://nuwsp.web.id/artikel/7161
  15. 82,36% Rumah Tangga di Indonesia Sudah Miliki Akses Sanitasi Layak – GoodStats Data, accessed June 13, 2025, https://data.goodstats.id/statistic/8236-rumah-tangga-di-indonesia-sudah-miliki-akses-sanitasi-layak-Wylp5
  16. Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Memiliki Akses terhadap Sanitasi Layak – Badan Pusat Statistik, accessed June 13, 2025, https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/ODQ3IzI=/persentase-rumah-tangga-menurut-provinsi-dan-memiliki-akses-terhadap-sanitasi-layak.html
  17. Angka Stunting di Lebak Capai 4.000 Kasus Pemkab Optimalkan Pendekatan Pentahelix, accessed June 13, 2025, https://bantenraya.co/angka-stunting-di-lebak-capai-4-000-kasus-pemkab-optimalkan-pendekatan-pentahelix/
  18. ANALISIS DISPARITAS INFRASTRUKTUR FISIK DAN SOSIAL EKONOMI DI PROVINSI BANTEN, accessed June 13, 2025, https://jdih-dprd.bantenprov.go.id/storage/places/peraturan/Disparitas%20Infrastruktur_1718846146.pdf
  19. ANALISIS PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN BIDANG KESEHATAN DI PROVINSI BANTEN – Jurnal Untirta, accessed June 13, 2025, https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JIPAGS/article/download/7793/5362
  20. ANALISIS KEMISKINAN DIGITAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BANTEN DI MASA PANDEMI COVID-19 ANALYSIS OF DIGITAL POVERTY AMONG DISTRIC – Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah, accessed June 13, 2025, https://ejournal.bantenprov.go.id/index.php/jkpd/article/download/210/154/
  21. Laporan Kinerja Poltekkes Kemenkes Banten 20221, accessed June 13, 2025, https://poltekkesbanten.ac.id/wp-content/uploads/2024/04/LAKIP-POLTEKKES-BANTEN-2023.pdf

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *